Urgensi Sertifikasi Pekerja Bahasa

Date: 01/10/2020

Pada 30 September 1954, Fédération Internationale des Traducteurs (FIT), sebuah organisasi internasional yang mewadahi para penerjemah, juru bahasa, dan terminolog profesional merayakan “Hari Hieronimus” untuk kali pertama di Paris. Peringatan tersebut untuk mengenang wafatnya Santo Hieronimus, santo pelindung penerjemah dan seorang teolog yang terkenal dengan karya terjemahannya - Vulgata - sebuah Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) terjemahan dari bahasa Ibrani ke bahasa Latin. Kemudian melalui Resolusi A/RES/71/288, pada 24 Mei 2017, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan 30 September sebagai Hari Penerjemahan Internasional.

 

Perayaan International Translation Day (ITD) 2020 kemarin baru memasuki usianya yang ke-3. Meski dilaksanakan di tengah pagebluk, FIT mengajak para pekerja bahasa agar terus menggaungkan pentingnya kontribusi mereka dalam menyediakan infomasi yang tepat dan jelas bagi semua pihak, melampaui berbagai kendala bahasa (language barrier) yang ada. Tema tahun ini yang diusung FIT yaitu Finding the words for a world in crisis (Mendamar kata untuk menerangi suramnya dunia) makin menegaskan peran pekerja bahasa dalam situasi krisis di seluruh dunia saat ini.


Partisipasi penerjemah, terminolog, dan juru bahasa masih diperlukan kala dunia menghadapi masa sulit, kendati banyak dari mereka yang harus kehilangan beberapa pekerjaan akibat pandemi Covid-19. Sejak dunia dihantam corona, semua sektor merasakan dampak dahsyat wabah virus tersebut. Tak terkecuali para insan alih bahasa. Sebut saja beberapa proyek penerjemahan yang dibatalkan, kegiatan yang tidak terlaksana, hingga konferensi-konferensi yang tertunda akibat merebaknya virus corona. Oleh karena itu, para profesional yang berpenghasilan dari kegiatan-kegiatan tadi harus merelakan berkurangnya pemasukan mereka.


Tentu, bagi sebagian penerjemah, efek yang ditimbulkan pandemi ini tidak begitu terasa. Mereka masih menerima beberapa pekerjaan menerjemahkan. Beberapa mungkin kebanjiran tawaran untuk menerjemahkan berbagai dokumen berkaitan dengan virus SARS-CoV-2, misalnya informasi berisi langkah-langkah pencegahan penularan Covid-19. Meski demikian, hal berbeda justru dialami oleh para juru bahasa (interpreter) yang lebih merasakan pengaruh virus mematikan ini. Lantas, strategi apa yang diperlukan agar tetap bertahan dalam kondisi seperti sekarang?


Langkah cerdas perlu diterapkan seorang juru bahasa seiring lumpuhnya berbagai acara dan konferensi yang membutuhkan jasa penjurubahasaan. Juru bahasa profesional harus membekali dirinya dengan kemampuan melihat peluang dan beradaptasi yang mumpuni sehingga bisa bertahan menggeluti profesinya. Dengan demikian, banyaknya permintaan menerjemahkan saat ini mesti dilihat sebagai sebuah peluang yang layak untuk dipertimbangkan. Sayangnya, beberapa oknum  awam yang tidak memiliki kompetensi berbahasa yang baik melihat kesempatan ini sebagai ladang untuk menambah pundi-pundi tanpa memikirkan kualitas hasil terjemahan.


Meski kualitas terjemahan atau penjurubahasaan tidak mutlak ditentukan oleh pelatihan dan sertifikasi yang diikuti oleh seorang penerjemah atau juru bahasa, sebagaimana yang dikemukakan Bell (1997), kebanyakan terjemahan dan penjurubahasaan yang dilakukan penerjemah dan juru bahasa tidak bersertifikat memiliki hasil yang sangat buruk, meskipun tidak bisa disangkal bahwa beberapa hasil pekerjaan para penerjemah dan juru bahasa tidak bersertifikat tersebut kerap membantu dalam skala tertentu.


Di beberapa negara di dunia, kualifikasi khusus untuk melakoni pekerjaan sebagai penerjemah dan juru bahasa memang diatur dengan sangat jelas. Negara-negara di Eropa, misalnya Jerman, Italia, dan Spanyol memiliki badan sertifikasi dan akreditasi terpusat yang menjamin kualitas para penerjemah dan juru bahasa melalui ujian sertifikasi bagi penerjemah dan juru bahasa di negara masing-masing. Austria memiliki asosiasi khusus untuk penerjemah dan juru bahasa tersertifikasi dan tersumpah di pengadilan yaitu ÖVGD (Österreichischer Verband der allgemein beeideten und gerichtlich zertifizierten Dolmetscher) sehingga memudahkan klien yang ingin menggunakan jasa pekerja bahasa bersertifikat di Austria.


Dari tahun 1981 hingga 2010, Indonesia pun pernah mengadakan ujian sertifikasi profesi bagi penerjemah yang dikenal sebagai Ujian Kualifikasi Penerjemah (UKP) di Jakarta (Dewi, 2017). Tujuan pelaksanaan UKP pada masa itu adalah untuk menghasilkan penerjemah-penerjemah berkualitas dan tersertifikasi yang kemudian diangkat dan disumpah oleh Gubernur DKI Jakarta. Penerjemah-penerjemah yang dinyatakan lulus UKP dan disumpah tersebut kelak dikenal sebagai penerjemah tersumpah. Kehadiran penerjemah tersumpah diharapkan bisa memenuhi kebutuhan terjemahan terutama permintaan penerjemahan naskah hukum di Indonesia.


Meski demikian, UKP yang diakui sebagai satu-satunya ujian sertifikasi nasional penerjemah di Indonesia belum menjawab semua kebutuhan penerjemahan di pelosok negeri. Selama 30 tahun, UKP selalu diadakan di Jakarta sehingga banyak penerjemah dan calon penerjemah dari daerah tidak mengetahui informasi terkait ujian sertifikasi profesi penerjemah tersebut. Padahal, kebutuhan penerjemahan di berbagai wilayah di Indonesia makin bertambah. Terlebih, dalam 10 tahun terakhir, sejak diberhentikannya UKP, kebutuhan terjemahan yang berkualitas kian meningkat.


Apresiasi patut diberikan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham  RI) yang tengah merancang kembali pelaksanaan UKP dengan melibatkan banyak pihak guna menjawab kebutuhan penerjemah tersumpah di Indonesia. Namun, yang perlu diperhatikan adalah jaminan kualitas penerjemah tersumpah dan bersertifikat dengan wajib memberlakukan masa berlaku sertifikasi. Penerjemah dan juru bahasa harus mengikuti ujian sertifikasi setiap 5 tahun sekali seperti yang dilakukan oleh ÖVGD.


Bersamaan dengan Hari Penerjemahan Internasional kali ini, pemerintah juga sudah selayaknya melibatkan organisasi profesi penerjemah, Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) dalam proses sertifikasi profesi penerjemah dan juru bahasa di Indonesia. HPI bisa membantu  Kemenkumham menyediakan sebuah standar penilaian terukur dalam pelaksanaan sertifikasi penerjemah melalui UKP yang rencananya akan segera diadakan kembali.